Keluar dari Zona “Laut Bercerita”

D. Fadila
3 min readNov 2, 2022

--

Novel Laut Bercerita oleh Leila S. Chudori

Beberapa minggu yang lalu (belum lama) aku menyelesaikan novel Laut Bercerita dengan penuh derai air mata. Mengamini aku sebagai tokoh Asmara maka derita ditinggal kakak begitu luar biasa membara. Mengiyakan aku sebagai Anjani sungguh tak kuasa ketika bibit cinta kasih bersemayam pujaan hati pergi tanpa sisa, kabar sekalipun. Bahkan ketika aku adalah teman-teman yang lolos dari jerat kematian kala itu, aku tak kuasa hidup dalam kedukaan.

Tapi aku bukan mereka. Aku hanya seorang pembaca, yang tertawa ketika lelucon-lelucon garing dilontarkan, ketika adegan aksi saling pukul dan kekerasan membuatku meringis setengah geram sepenuhnya, tersenyum bak jatuh cinta ketika muncul scene romantis dalam kepala akibat kisah yang ditulis dengan tinta, tidak lupa ikut menghangat saat bagian kertas menyisipkan harapan dalam binar kehangatan entah tentang keluarga, pertemanan, atau sekedar pemikiran yang tak sampai diungkapkan.

Matilah engkau mati, Engkau akan lahir berkali-kali. (hlm. 196)

Kalimat yang waw banget dan entah kenapa masih terngiang-ngiang bahkan setelah menyelesaikan buku yang lain.

Beranjak dari zona Laut Bercerita menjadi bagian dari perubahan sejarah dalam ceritaku bersama buku. Entah karena ini “bagian dari kisah nyata yang dibuat fiksi” atau “cerita fiksi yang bernyawa nyata”? Buku yang berhasil membuatku tidak bisa bangun karena sesak setelah menangis dan terus terisak. Buku yang membawaku seolah menjadi Asmara, adik Laut yang luar biasa hebat. Aku suka tokoh Asmara. Meski begitu Kasih Kinanti yang luar biasa tetap menjadi juara.

Pada hari di mana seorang kawan bertanya padaku buku apa yang ingin aku baca, aku menjawab dengan sebuah screenshoot dari akun bookstagram yang sengaja aku simpan. Banyak ulasan dan tidak ada yang mengeluhkan karya Bu Laela ini. Dan aku menjadi salah satu yang bahkan tidak ingin mengulasnya. Novel ini “sempurna” bagiku.

Aku menuliskan sebuah kalimat dalam note dan akhirnya aku menunjukkan kepada semua orang melalui caption, begini tulisannya:

Laut, jika kau sedang mengembara di lautan dan melihat Indonesia saat ini, maka kau benar, perjuanganmu tak sia-sia. Kembalilah ke lautan luas dan berbanggalah Laut, iya banggalah. Namun, jika Indonesia yang kau maksud pun bukan Indonesia saat ini, tenanglah, tetaplah berdamai di sana, kirimkan pesanmu untuk Asmara melalui alam, melalui dunia. Laut, tenanglah, dalam riuhmu, ucap kembali kalimat ini berkali-kali: “Matilah engkau mati, Engkau akan lahir berkali-kali.”

Pada akhirnya Biru Laut adalah salah satu tokoh yang membuatku benar-benar jatuh cinta. Meskipun entah kemana perginya, saat ini Laut dikenal banyak orang. Puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan pembaca di seluruh dunia. Laut adalah bagian dari cerita yang tak terelakkan. Ia adalah tokoh yang berkembang dalam ingatan. Laut, Asmara, Kinan, dan lainnya, mereka tak benar ada, tapi terinspirasi dari yang ada. Mereka tak benar sebegitunya, tapi juangnya berasal dari jiwa yang ada. Meskipun pada akhirnya, ruang juangnya terpangkas usia.

Aku undur mengiyakan hati untuk tetap mengenangmu bagai nyata di sini. Aku kembali dengan nyawa baru, untuk kisah yang baru. Selamat jalan Laut, kau akan hidup berkali-kali.

--

--

D. Fadila
D. Fadila

Written by D. Fadila

Human! Not yet fluent in English, still learning. A little story, love and history.

No responses yet